Sehari sebelum Nyepi, umat Hindu biasanya
melaksanakan upacara Tawur atau Ngerupuk sebagai penyucian diri dari roh
jahat dan kekuatan-kekuatan negatif yang timbul akibat keserakahan dan
kesombongan manusia, terutama untuk menjaga keharmonisan alam, dan diri
manusia. Ngerupuk bisa dilakukan di rumah atau di pura dengan memberi
sesaji. Puncak Ngerupuk di pura umumnya saat senja sehari sebelum Nyepi.
Tapi sebelum Ngerupuk, ritual yang juga tak boleh dilewatkan adalah
upacara Melasti atau melarung saji ke laut, yang tujuannya juga untuk
membersihkan “kotoran” dari dalam diri.
Sore hari saat upacara Ngerupuk para pemuda desa di Bali mengarak
Ogoh - ogoh,
sebuah replika raksasa berwujud mahluk menyeramkan yang melambangkan
Bhuta Kala atau kekuatan negatif yang selalu mengganggu ketentraman
hidup manusia. Pawai ogoh-ogoh ini merupakan salah satu tradisi yang
paling menyita perhatian masyarakat luas sebelum hari raya Nyepi tiba,
karena dibalik nilai ritual yang dimilikinya, pawai Ogoh - ogoh juga
merupakan perwujudan dari daya kreasi dan inovasi seni para seniman
muda. Jauh hari sebelum hari Nyepi (bahkan sebulan sebelumnya), para
seniman Bali memang berusaha menampilkan karya mereka semaksimal
mungkin. Dana yang dikeluarkan untuk membuat ogoh-ogoh bahkan bisa
mencapai puluhan juta rupiah. Pasalnya, selain untuk diarak pada malam
pengrupukan, saat ini ogoh-ogoh juga menjadi ajang perlombaan.
Tujuannya, selain untuk melestarikan budaya, juga untuk mengarahkan
minat generasi muda kerarah yang lebih positif yaitu mencintai seni.
Setelah prosesi pawai, Ogoh-ogoh biasanya dibakar di pinggiran desa
sebagai perlambang pengusiran Butha Kala dari lingkungan desa setempat.
Memang tidak ada manuscript dalam kitab Hindu yang menyebutkan adanya
peranan Ogoh - ogoh dalam menyambut hari Nyepi, namun tradisi ini telah
ada secara turun-temurun di Bali dan menjadi atraksi menarik yang patut
disaksikan.
GAMBAR SELENGKAPNYA
No comments:
Post a Comment